KARAKTER DAN CITRA DIRI PENDIDIK PAUD

By sulthan on Jumat, 04 Agustus 2017

PAUD-Anakbermainbelajar---Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi secara utuh, dimana proses pendidikan berlangsung secara sistematis dan sistemik. Sistematis berarti berlangsung bertahap dan berkesinambungan sedangkan sistemik berarti berlangsung pada semua situasi lingkungan dan sistem baik keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara yang melembaga. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Karakteristik pendidik adalah sebagai; 1) seseorang yang dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman, 2) seseorang yang memiliki ilmu, yang mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang mampu menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya, 3) seseorang yang kreatif, yang mampu menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitar, 4) seseorang yang berusaha menularkan penghayatan akhlak atau kepribadian kepada peserta didiknya, 5) seseorang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, melatihkan berbagai keterampilan mereka sesuai bakat, minat, dan kemampuan. 6) seseorang yang beradab.

Seorang pendidik anak usia dini, menurut Megawangi (2005), perlu memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

1. Menanamkan Kebaikan Tanpa Pamrih

Seorang pendidik walaupun telah berusaha menjadi pendidik yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membantu perkembangan anak, karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan di rumah, pengaruh kawan, dan sebagainya. Namun dengan memberikan layanan pendidikan dan bimbingan yang penuh perhatian, kasih sayang, siswa akan menjadi lebih baik. Lebih-lebih pada pendidikan anak usia dini, hasil pendidikan tidak akan segera nampak hasilnya. Ada sebuah teori yang disebut sleeper effect, yang menyatakan bahwa efek pendidikan, hasilnya baru terlihat beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu satu karakter penting untuk dimiliki pendidik adalah "mendidik (menanamkan kebaikan) tanpa pamrih".

Alkisah ada seorang bernama Johny yang senang berkelana. Ia selalu mengantongi segenggam biji apel dikantonya. Kemanapun ia pergi, ia selalu menebar biji apel, sehingga ia terkenal dengan Johny Appleseed. Ia tidak berpikir apakah benih yang ditebarkan akan tumbuh dan ia juga tidak berniat menikmati buahnya, atau berteduh di bawahnya. Apa yang dilakukan Johny the Appleseed ternyata menubuhkan beribu-ribu pohon apel yang dinikmati ribuan orang, yang mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.

Ada sebuah teori yang dapat memberikan inspirasi mengenai dampak berkelanjutan dari menanam sebuah kebajikan, walaupun sekecil apapun, yaitu Chaos Theory (Teori Chaos) dari James Gleick, yang mengenalkan konsep efek kupu-kupu (Butterfly effect) yang berbunyi : seekor kupu-kupu yang mengepakan udara dengan sayapnya hari ini di Beijing, dapat menyebabkan tornado di New York tahun depan. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa sekecil apapun tindakan kita sekarang, akan mempunyai dampak besar di kemudian hari. Konsep ini memberikan peringatan kepada kita untuk berhati-hati dalam berpikir, berkata dan bertindak, karena kita tidak dapat memprediksi bagaimana dampak hebatnya di masa depan.

Dalam Chaos Theory ditengkan mengapa sebuah kepakan sayap kupu-kupu bisa membentuk pola (pattern) yang khas. Pernahkan kita bayangkan mengapa Austria melahirkan orang-orang jenius dan kreatif, seperti para komposer dunia seperti John Strauss, Mozart, Schubert dan Mahler. Psikolog Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara Singapura bebas korupsi, atau warga korea di Seoul yang turun ke jalan berpesta pora merayakan kemenangan tim sepak bolanya masuk final, tetapi tidak membuat satu pohonpun patah, tidak ada satu pot bungapun rusak, dan tidak ada satu pun botol minuman yang tergeletak di jalan.

Terbentuknya sebuah pola dalam Chaos Theory diterangkan oleh adanya sebuah konsep : Strange attractor yaitu magnet yang dapat menarik apa saja yang mempunyai kualitas yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan misalnya :

Ada kerumunan burung dari berbagai jenis yang sedang makan biji-bijian yang tersebar di atas tanah. Tiba-tiba ada sebuah kejutan yang menyebabkan semua burung beterbangan. Sudah dapat dipastikan bahwa burung akan terbang bersama burung-burung lainnya yang sejenis dan tidak pernah masuk dalam kelompok burung lain.

Adanya daya tarik yang aneh (strange attractor) dalam sebuah sistem sosial akan menjadi daya tarik bagi mereka yang memang pada prinsipnya mempunyai kualitas yang sama dengan daya tarik itu. Semakin banyak orang tertarik dan berkumpul dalam kerumunan sistem itu, maka akan membentuk sebuah pola dengan ciri khas perilakunya. Sebuah organisasi yang korup, akan menarik orang-orang yang tidak jujur karena tertarik oleh daya magnet perilaku korup. Begitu pula organisasi yang baik bisa menjadi magnet yang dapat menarik orang-orang baik untuk berkumpul bersama melakukan kebajikan. Namun mungkin saja suatu kerumunan baik akan terdapat beberapa orang yang tidak baik, begitu pula sebaliknya, karena disebut teori chaos atau teori kekacauan.

Biasanya orang-orang yang baik dalam kerumunan jahat suatu saat akan terlempar dari sistem sosial yang ada sekarang karena mereka tidak tahan hidup ditengah-tengah kerumunan orang yang pola tingkah lakunya bertentangan dengan hati nuraninya. Begitu pula orang-orang tidak baik berada dalam kerumunan orang baik suatu saat akan terlempar keluar.

Orang-orang yang baik terlepar dari kerumunan buruk adalah mereka yang mempunyai lentera hati nurani yang terang benderang sehingga dapat menjadi Strange attractor baru yang dapat menarik orang yang perkepribadian sama. Selanjutnya dapat mengubah sistem sosial yang ada menjad pola baru yang positif. Begitu pula, para pendidik yang mempunyai nurani yang kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi pendidikan yang buruk, sehingga akan terlempar dari sistem tersebut, dan berani untuk memulai suatu yang berbeda dan mau mengadakan "perubahan" siapa tahu para pendidik yang menyadari fungsinya sebagai "pendidik, membangun citra positif anak" akan berkumpul bersama bahu membahu membentuk karakter anak didiknya.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam melaksanakan tugasnya senantiasa mengedepankan kode etik "menanam kebaikan tanpa pamrih mencintai anak", dengan asah, asih, dan asuh, mendidik dna mengasuh dengan kasih sayang semata karena amanah Tuhan Yang Maha Kuasa. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/


2. Membangun Citra Diri Positif Anak

Banyak perilaku guru yang dapat membunuh karekter anak, yaitu dengan membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah memberi pujian atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata negatif akan membuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak percaya diri yang telah terbentuk sejak anak usia dini akan terbawa sampai dewasa.

Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford Massachusetts yang bernama Dame School, membuat kebijakan untuk membangun citra diri positif kepada murid-muridnya.

Kisah Dame School, menyatakan bahwa seluruh murid sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 3, tidak boleh diberikan nilai angka atau huruf di raportnya, tetapi hanya berupa uraian consisten dan not consisten, berbeda dengan di Indonesia raport anak di isi dengan angka, bahkan diberi peringkat atau ranking. Menurut mereka, kalau seorang anak usia di bawah 9 tahun diberikan nilai (baik dan buruk), maka akan "memvonis" anak; pintar, sedang dan bodoh. Padahal anak-anak pada usia itu masih tersu berkembang kemampuannya. Baru nanti ketika anak sudah kelas empat SD, nilai mulai diberikan, tetapi ranking tetap tidak diberikan.

Hasil Kerha Harian murid-murid cukup diberikan "nilai" dengan gambar stiker (bintang, bunga atau mobil) atau dengan tulisan gurunya yang berbunyi : good dan good effort. Ternyata dengan cara ini, anak-anak bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, karena setelah selesai guru akan menempelkan stiker di lembar bukunya. Dalam memeriksa hasil kerja, guru tidak mencoret hasil kerja anak yang salah, tetapi dengan membetulkannya dengan cara menuliskan jawaban yang benar disamping hasil kerja anak yang salah.

Murid-murid didorong untuk aktif berdiskusi, dan guru selalu memberi komentar positif kepada setiap pendapat yang dilontarkan kepada anak. Dengan cara ini murid-murid menjadi bersemangat untuk tetap masuk sekolah. Bahkan anak bertekad untuk tetap masuk sekolah walaupun suhu badannya panas tinggi.

Di Dame school, waktu libur panjang adalah waktu yang membosankan, tetapi waktu sekolah adalah waktu yang menyenangkan. Anak-anak begitu mencintai sekolahnya, karena gurunya telah berhasil menciptakan suasana belajar yang menyenangkan yang membuat anak antusias untuk belajar. Kalau anak senang hatinya, maka bagian limbik otaknya akan terbuka, sehingga anak dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

3. Guru sebagai Model/Tokoh Idola Anak

Seorang filsof Yunani, Aesop, menulis di dalam dongeng sebuah kisah yang menarik, yakni seekor kepiting. Ceritanya sebagai berikut:

Suatu hari seekor kepiting bertanya kepada anaknya "mengapa kamu berjalan menyamping seperti itu anakku? Seharusnya kamu berjalan lurus kedepan "Anak kepiting menjawab" tunjukan bagaimana dulu caranya bu...., nanti aku akan menirunya. Kepiting tua berusaha mencontohkan bagaimana berjalan lurus, tetapi tidak berhasil.

Kisah di atas menggambarkan betapa seringnya kita sebagai epndidik mengkritik dan menyalahi perilaku anak kita . Padahal perilaku adalah hasil dari proses sosialisasi dan pendidikan yang diberikan dari lingkungannya, terutama dari orang tua atau pendidik. Seseorang telah menceritakan tentang pengalamannya dengan seorang guru, yang bernama Muhayaidden, bahwa ia telah meminta nasehat bagaimana mendidik anaknya agar menjadi anak yang baik dan beraklak mulia. Sang guru tidak memberikan jawaban yang panjang dan berteori, tetapi hanya dengan "perbaiki saja diri kamu dulu, nanti dengan sendirinya anak kamu akan menjadi baik ".Thomas Lickona mengatakan bahwa "values are caught", nilai-nilai yang ditangkap anak adalah melalui contoh dari guru dan orang tuanya. Nilai-nilai adalah yang diterangkan langsung oleh gurunya.

Menjadi pendidik PAUD tidak cukup hanya berbekal kurikulum atau Acuan Pembelajaran Menu Generik, tetapi juga menyangkut bagaimana guru sebagai pendidik menjadi idola bagi muridnya. Bagaimana ciri-ciri guru yang menjadi idola murid-muridnya, antara lain sebagai berikut:

(a) anak bersemangat kesekolah, anak-anak tidak sabar bersekolah dan hari-hari libur menjadi hari yang membosankan (b) anak akan mengatakan sayang atau suka kepada gurunya kalau ditanyakan apakah mereka menyayangi gurunya, (c) anak selalu merindukan gurunya dan (d) anak akan mengerjakan tugas yang diberikan, karena tidak ingin mengecewakan gurunya.

Pengalaman seorang guru bernama Bill Rose, seperti dungkapkan di atas adalah salah satu bukti bagaimana seorang guru yang berusaha menumbuhkan rasa percaya diri murid-muridnya dengan penuh perhatian dan kasih sayang (etika kepribadian) sehingga membuat murid-muridnya mau bekerja keras untuk menyenangi gurunya.

Inti dari pesan dalam sub bab ini adalah bagaimana ampuhnya sosok panutan orangtua atau guru dalam mempengaruhi perilaku anak. Apabila kita ingin menjadikan diri sebagai tokoh panutan, maka diri kita sendiri harus diperbaiki dulu.  http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/


4. Mendidik dengan Mencelupkan Diri

Seorang pendidik yang berhasil adalah yang dapat mencelupkan dirinya secara menyeluruh, pikiran dan perasaan, dapat membangun personal dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan komunikasi secara efektif, mampu mengelola emosi dengan baik, mampu menghidupkan suasana yang menarik dan menyenangkan agar anak senang berjalan/bermain.

Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dan dedikasi dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalani. Seorang guru yang dapat mencelupkan dirinya pada profesinya sebagai guru adalah seorang dapat berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran dan perilakunya secara rutin agar dapat melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Seorang guru bukan berarti harus sempurna, tetapi diharapkan utnuk memperbaiki dan mengontrol terus tindakannya agar tetap dijadikan model konkrit bagi murid-muridnya.

Seringkali orang tidak mau menerima atau mengakui bahwa dirinya masih banyak kekurangan. Merasa dirinya sudah benar, tidak mungkin salah dan tidak ingin dikeritik dan disalahkan. Menurut Carl G. Jung, setiap manusia mempunyai sisi gelap, kalau kita tidak menerima keberadaan sisi gelap tersebut, maka sifat-sifat gelap akan menjadi kekuatan yang suatu saat akan keluar dan terlihat orang lain, walaupun diri kita tidak menyadarinya. Inilah yang menyebabkan banyak manusia yang tidak konsisten antara kata-kata dan tindakannya.

Guru yang demikian tidak dapat menjadi model bagi murid-muridnya, bahkan malah bisa menjadi bahaya, karena kalau murid-muridnya menilai guru seringkali berkata moral, tetapi tidak dalam tindakan. Akibat negatif lain dari sisi penolakan sisi gelap adalah ingin memarahi orang lain yang dianggap bersalah. Murid-murid biasanya akan menjadi tumpahan kemarahan guru, yang sebenarnya adalah kemarahan pada sifat yang ada dalam diri guru sendiri, guru yang sering menyalahkan murid-murid, tidak akan menjadi pendidik yang efektif.

Oleh karena itu, seorang guru sebagai pendidik anak usia dini hendaknya terus menerus untuk melihat kekurangan dan mengevaluasi diri dan berusaha untuk terus memperbaiki segala kekurangan demi membentuk citra diri guru yang positif.

Citra diri guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran tentang diri pribadi guru yang diberikan apresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada kepribadian maupun karkater yang muncul sebagai wujud profesi guru secara utuh. Citra diri Positif (positive self-image) dapat membangun dan mempermudah karir seseorang, karena dia memandang positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah:

1) Guru akan membawa Perubahan Positif

Guru yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya. 

2) Mengubah Krisis Menjadi Keuntungan

Selain membawa perubuhan positif, guru yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan yang terbuka untuk kita.  http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Demikian tentang karekter dan citra diri Pendidik, khususnya pendidik PAUD, Semoga bermanfaat untuk bunda para guru dan pendidik PAUD dalam rangka membangun citra diri yang positif ini, terimakasih.  

Sumber: Dirangkum dari Buku Seri Bahan Ajar Diklat Berjenjang Tingkat Dasar "Etika dan Karakter Pendidik PAUD" Dirjen PAUD, Nonformal, dan Informal, Direktoran Pembinaan PTK PAUD, Nonformal, dan Informal, tahun 2013.