Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.
Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
SEPULUH KESALAHAN DALAM MEDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu.
Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
1. Memberikan Pernyataan Negatif
Kadang-kadang orang tua merasa marah kepada anak-anak mereka yang tidak melakukan apa yang mereka katakan. Jika anak-anak diminta untuk melangkah maju dalam kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan orang tua mereka, tapi mereka menolak, maka orang tuanya berkata, “Kamu seperti orang yang pemalu!” Pada kesempatan lain jika orang tua meminta anak mereka untuk melakukan sesuatu namun ia tidak melakukannya, mereka mengatakan, “Kamu begitu malas!”
Jenis pernyataan semacam itu dapat menyakiti perasaan anak-anak anda. Mereka akan menjadi seperti yang orang tua mereka katakan. Ini akan sangat berbahaya jika pernyataan seperti “Kamu bodoh!”, “Kamu nakal!” dikatakan pada anak-anak kita.
Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak-anak anda. Jika anak-anak anda menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.”
2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan dari kesalahan nomor 1. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya: takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
3. Membandingkan Anak
Memiliki lebih dari satu anak mungkin berakibat membandingkan anak anda satu sama lain. Jika anak kedua tidak bisa memakai pakaian secepat saudaranya, jangan mengatakan, “Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga? ”
Perbandingan hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut (terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.
Daripada membandingkan anak-anak anda, orang tua harus membantu untuk menyelesaikannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara saudara mereka bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.
4. Menasehati Anak Ketika Sedang Marah dan Terlalu Sering Menasehati
Ingatlah bahwa perasaan anak itu sangatlah peka. Ketika orang tua pulang kerja atau setelah beraktifitas yang menguras tenaga dan pikiran, kemudian menemukan tingkah anak yang tidak baik maka sebaiknya jangan tergesa-gesa memberikan nasehat pada anak. Jika kondisi orang tua dalam keadaan lelah dan marah, dikhawatirkan nasehat yang baik akan bercampur dengan luapan emosi. Hal inilah yang bisa menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran.
Nasehat adalah sesuatu yang baik, dengan nasehat orang tua ingin menunjukkan hal yang baik dan yang buruk sehingga anak bisa melakukan hal-hal yang positif dan menghindari hal-hal negatif yang bersifat merugikan. Namun jika nasehat itu diberikan terlalu mendetail dan dalam intensitas yang terlalu sering, dikhawatirkan nasehat tersebut tidak bisa ditangkap dan dimengerti oleh anak. Bahkan anak yang cerdas sekalipun belum tentu mampu untuk menangkap maksud dari penjelasan yang terlalu banyak.
5. Mengatakan Cepatlah!
Saat sebuah keluarga pergi ke suatu acara dan seorang anak lambat dalam melakukan hal-hal, seperti mengenakan baju atau sepatu, orang tua sering berteriak, “Cepat!”
Sikap ini tidak mendidik anak-anak anda untuk melakukan hal-hal lebih cepat, apalagi jika berteriak juga disertai dengan jari menunjuk dan suara nyaring. Hal ini akan membuat anak merasa takut, bersalah, dan tidak akan membuat mereka bergerak lebih cepat.
6. Memberikan Pujian dengan Mudahnya
Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.
Sikap di atas sering dipraktekkan pada anak-anak oleh orang tua mereka. Kelihatannya sederhana tetapi dapat menghasilkan karakter yang buruk jika tidak dihindari. Oleh karena itu, di kalangan masyarakat yang kondisinya tampak menyedihkan akhir-akhir ini, perbaikan harus dimulai dari keluarga, sehingga marilah kita memperlakukan anak-anak kita dengan baik.
7. Bersikap Kurang Menghargai
Salah satu kewajiban anak adalah menghargai dan menghormati kedua orang tuanya. Namun orang tua juga harus menyadari bahwa anak juga mempunyai hak untuk dihargai, inilah yang sering terabaikan. Satu hal yang perlu menjadi catatan bahwasanya seorang anak juga merupakan manusia biasa yang juga memerlukan suatu penghargaan. Hargai dan jagalah perasaan mereka dengan bersikap dan berkata secara halus. Jadilah tauladan. Karena apa yang dilakukan orang tua akan terekam oleh memori anak dan mereka akan sangat mudah untuk mencontohnya.
8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
10. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha untuk terus menerus mencari ilmu, terutama berkaitan dengan pendidikan anak, agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah serta berakhlak mulia.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” [An-Nisa : 58]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhamamd) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و رَجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ غَاشٍ لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ
“Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah mengharamkan sorga bagianya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
(satuislam-org )